f Sejarah Batik Semarang - Baju Batik Semarang

Sejarah Batik Semarang

Sejarah Batik Semarang

Jika kita Melihat kembali foto-foto Semarang jaman dahulu, kita akan lebih mengetahui bahwa banyak pedagang batik disana seperti halnya di Laweyan maupun klewer. Semarang sebenarnya memiliki kampung batik yaitu di daerah bubaan semarang yang terdapat gang yang bernama kampung batik pada era pemerintahan Belanda waktu itu. Akan tetapi saat pendudukan Jepang Sentra ekonomi kota semarang di kebumikan oleh Belanda guna melemahkan Jepang dalam membangun ekonominya. Pada akhirnya Industri batik makin terpuruk ketika Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi antara para pemuda Semarang melawan tentara Jepang hingga Tentara Jepang melakukan pembakaran rumah penduduk yang mengakibatkan Kampung Batik tersebut ikut serta dibakar. Pengalaman saya pernah mengunjungi kampug batik disana kita bisa belajar cara membuat batik tersebut yang biasa dibilang "canting" yaitu alat untuk membuat batik tulis. Disana kita juga dapat melihat-lihat baju batik hasil cantingan dari warga kampung batik, dan disana juga terdapat toko untuk menjual baju batik semarangan dari hasil warga sekitar.



Sejarah Motif Batik Semarang

“Batikkerij Tan Kong Tin”


Menurut penelusuran fakta sejarah menunjukkan bahwa masih terdapat perusahaan batik yang bertahan dan meneruskan usaha. Perusahaan batik tersebut sekaligus menjadi pembuktian bahwa batik semarang pernah Berjaya. Produsen batik tersebut yaitu batik “Batikkerij Tan Kong Tin,” yang beroperasi di Bugangan, merujuk pada literatur, pabrik ini didirikan sekitar awal abad ke dua puluh dan beroperasi sampai tahun 1970-an.
Tan Kong Tin merupakan anak dari Tan Siauw Liem, seorang tuan tanah yang bergelar mayor di Semarang. Dia menikah dengan salah satu keturunan Hamengku Buwono III, yaitu Raden Ayu Dinartiningsih. Tentu saja dia pandai membatik karena berasal dari lingkungan keraton. Kemudian lahirlah motif batik terbaru yang memadukan antara motif batik Jogja dengan motif batik pesisir.
Merk dagang “Batikkerij Tan Kong Tin” selanjutnya diteruskan oleh generasi kedua, yaitu Raden Nganten Sri Murdijanti. Dengan tangan dingin dari putri Tang Kong Tin ini, perusahaan batik tulis miliknya mampu bertahan sampai tahun 1970-an. Pada pabrik batik tersebut sudah terbentuk spesialisasi pekerjaan dalam membatik. Seperti pada pembuat desain motif batik yang biasa disebut dengan carik, kemudian pembatik itu sendiri, dan tukang celup batik setengah jadi melalui proses pelorotan agar dihasilkan warna yang sempurna. Para pekerja batik umumnya berasal dari kampung Rejosari, Kampung Darat, Kintelan, Karang Doro, Mlaten Trenggulun, bahkan Layur.
Batik Tan Kong Tin merupakan salah satu jenis batik premium untuk kalangan atas, baik itu dari kalangan orang Belanda maupun warga pribumi, selain itu adalah para wisatawan luar negeri, dan pedagang. Selain produsen batik Batikkerij Tan Kong Tien, masih terdapat pabrik batik lainnya, yaitu batik Sri Retno. Keduanya merupakan perusahaan batik terbesar dan populer di masanya. Menurut sejarah literatur, pada masa Kolonial Verslag, sekitar tahun 1919 sampai dengan 1925, jumlah pengusaha batik yang ada di Semarang sebanyak 107 orang dengan jumlah pengrajin sekitar 800 orang.
Sekarang batik tulis mulai kembali diminati, oleh masyarakat Indonesia, karena peran utama pemerintah sebagai pilar utama pelestarian budaya kita dengan mengadakan pelatihan membatik dimana-mana dan dilakukan oleh berbagai elemen lembaga kemasyarakatan yang dinaungi oleh pemerintah setempat, termasuk di Kota Semarang. Para pengusaha batik Semarang pun mulai bermunculan kembali, meski jumlahnya tidak signifikan seperti dahulu dan tidak sebanding dengan di Surakarta atau Pekalongan. Kampung Batik juga mulai kembali dihidupkan oleh pemerintah setempat, bahkan dibangun juga Balai Batik Semarang di wilayah ini sebagai wujud kebangkitan ekonomi kerakyatan untuk mengulang kembali kejayaan masa lalu, juga digunakan untuk mengembangkan kawasan wisata budaya baru. Tidak mudah memang untuk menemukan kembali motif-motif batik tulis asli Semarangan. Para pengrajin batik yang baru mengawali usaha batik tulis kemudian menggali kembali referensi sejarah batik melalui buku-buku tentang batik. Berangkat Dari situ mereka menemukan foto-foto klasik batik Semarangan yang dimiliki orang-orang Belanda jaman dulu, selanjutnya direproduksi.
Batik Semarangan, sama seperti halnya batik pesisiran lainnya yang tidak mengikuti pakem membatik seperti yang ada di wilayah Solo atau Jogja. Sejak jaman dahulu, karakter warga Kampung Batik semarang dalam membuat batik selalu mengedepankan konsep bebas dengan membuat motif batik yang sesuai dengan kreasi atau keinginan mereka sendiri. Pun halnya dengan para pembatik Semarang masa kini, berbekal dengan motif batik yang ada dikembangkan motif batik lainnya yang terinspirasi oleh ikon-ikon yang ada di kota Semarang. Sehingga menghasilkan motif batik baru khas semarang dengan model ceplok yang diambil dari masjid Layur, Lawang Sewu, asem arang, dan Tugu Muda.
Jika anda tertarik untuk datang ke Kampung Batik semarang, khusus untuk anda para pecinta dunia fashion, akan merasakan surga fashion disini. Dan, pastikan sebelum berangkat ke kampung batik semarang, Anda tebalkan dahulu kantong Anda agar lebih nyaman dalam berbelanja. Hal yang paling Menarik, di di kampung batik semarang anda tidak hanya berwisata belanja dan memborong batik khas Semarang. Namun, Anda juga dapat belajar membuat batik dengan hanya mengeluarkan uang sebesar 20.000 rupiah saja, Anda sudah dapat membuat kain batik tulis sendiri dan bisa anda bawa pulang untuk kenang-kenangan atau oleh2 kerabat dekat.

No comments:

Post a Comment

Ads